SESUATU bisa menjadi besar memang harus dimulai dari nol, tidak ada pengecualian. Contoh paling nyata usaha yang dibangun dari nol adalah usaha yang dilakukan bersungguh-sungguh pada akhirnya akan menjadi besar.
Begitu pula dengan kedai kopi "Coffee Toffee" yang saat ini menjamur hampir di seluruh kota besar di Indonesia. Siapa sangka, jika kedai tersebut hanya berawal dari iseng dan mimpi.
Tepatnya enam tahun yang lalu, saat masih kuliah di negeri Kangguru, Obi Anindito senang menghabiskan hari-harinya bekerja di sebuah kedai kopi yang terkenal di dunia. Saat bekerja itulah, dirinya merasa kopi yang digunakan oleh gerai tersebut berasa dari Indonesia.
Melihat hal tersebut, dirinya merasa tergugah, mengapa bukan orang-orang Indonesia yang seharusnya menikmati kopi-kopi enak asal Indonesia.
"Coffee Toffee founder-nya Pak Obi Anindito. Tepatnya 2006 silam," kata PR and Promotion Manager Coffee Toffee Mika Afandy saat berbincang dengan okezone.
Dari situlah, ketika sudah tidak bekerja di kedai ternama tersebut, Obi memutuskan untuk belajar mengenai seluk beluk kopi. Dari mulai bertandang ke PT Perkebunan Nusantara 12, serta berkeliling mencari biji kopi pilihan.
Modal awalnya kala itu bisa dibilang besar untuk ukuran mahasiswa. Modal yang diperoleh dari pinjaman sana sini tersebut akhirnya terkumpul sebanyak Rp5 juta.
"Awal banget modal Rp5 juta. Karena di awal kan hanya berbentuk gerai dengan konsep take away, take away," akunya.
Ternyata, sistem take away tersebut tidak berlaku di kultur Indonesia yang menikmati kopi sambil santai dan ngobrol. Pada 2008, menjadi tahun terberat bagi Coffee Toffee lantaran penjualan yang merosot bahkan selama tiga bulan berturut-turut tidak mampu menggaji para pegawainya. Selain itu, banyak gerai yang berangsur-angsur tutup karena sepinya pembeli. Berangkat dari situ, manajemen mulai berfikir, apa yang harus dilakukan.
"Kita tahu, bukan kopi Indonesia yang salah. Tapi kita yang terlalu idealis bikin sistem take away. Akhirnya kita buatlah tipe baru," ujarnya.
Adapun di 2008, selain merupakan tahun terberat juga merupakan tahun bangkitnya Coffee Toffee. Manajemen mulai berbenah diri memperbaiki keadaan. Dibukanya gerai-gerai dengan gaya coffee shop atau dine in coffee shop. Siapa sangka, ternyata ide baru ini menuai apresiasi dari pecinta kopi.
"Dan sekarang, sudah 114 gerai yang kita buka. Kalau dihitung dengan awal yang sudah pernah buka lalu tutup ada sekira 148 gerai," akunya lagi.
Untuk mendapatkan kopi nikmat yang disajikannya, Coffee Toffee memang tidak perlu susah-susah. Banyak wilayah di Indonesia yang menghasilkan biji kopi pilihan seperti Bali, Sumatera, Jawa serta Sulawesi. Menurutnya, gerai kopi impor yang saat ini menjamur juga menggunakan kopi yang sama. Namun, dia berani bertaruh, dengan rentang harga yang jauh, namun rasanya mirip.
"Kalau untuk resep kita tidak meniru, karena kan mereka punya hak paten. Kita coba-coba sendiri," tuturnya.
Coffee Toffee Masa Kini
Kini, Coffee Toffee tidak perlu khawatir, dari 33 minuman kopi andalan, dari awalnya 16 jenis, saat ini setidaknya sudah mampu meraih banyak pelanggan. Omzet yang diterima juga tidak main-main setiap bulannya.
"Kalau untuk gerai paling kecil Rp60 juta-Rp140 juta per bulan. Padahal dulu hanya Rp200 ribu per hari atau sekira 15 pelanggan saja," akunya.
Kini, Coffee Toffee semakin ramai lantaran siapapun bisa turut andil dalam membangun bisnis kedai kopi ini dengan cara waralaba. Coffee Toffee yang sudah resmi menjadi Perusahaan pada 2011 lalu dengan nama PT Coffee Toffee Indonesia ini menawarkan harga Rp250 juta untuk setiap gerai dengan ukuran paling kecil.
"Saat ini yang kita punya sendiri ada empat di Surabaya dan satu lagi di Jakarta," katanya.
Ekspansi ke Luar Negeri
Tidak bisa dipungkiri jika permintaan akan kopi terus berkembang dari masa ke masa. Buktinya, Coffee Toffee mulai banyak dilirik bahkan hingga ke negara tetangga.
"Malaysia dan Singapura sudah minta dari 2011. Singapura dari Singapore tourism board. Tapi diawal kita tujuannya emang bikin orang Indonesia negrasain kopi sendiri," tuturnya menjelaskan.
Saat ini manajemen mengakui jika akan memfokuskan gerai yang ada di dalam negeri. Caranya adalah sejak tahun lalu berhenti untuk membuka gerai dengan sistem waralaba. Alasannya ingin meningkatkan mutu dari gerai yang sudah ada.
Terakhir dia juga memastikan, jika Coffee Toffee akan berhenti di gerai ke-250. Saat ini, Coffee Toffee sedang membidik pasar dengan tingkat konsumen yang menjajikan seperti kawasan Indonesia Timur serta Bali.
"Lima tahun ke depan, kita akan setop 250 gerai. Riset kita jenuhnya di 250. Karena 114 kita belum jangkau Papua," tandasnya. (Sumber: Okezone)