Kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta kian parah. Tahun lalu, pengidap virus ini meningkat 1.332 kasus dibanding pada 2010. Kondomisasi dan tempat hiburan malam, dinilai sebagian pemicunya.
Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) DKI Jakarta Rohana Manggala, kasus HIV/AIDS pada 2011 mencapai 5.650 kasus atau 25,3 persen dibanding pada 2010 sebanyak 4.318 kasus.
“Ini tantangan berat bagi pemerintah untuk lebih meningkatkan upaya pencegahan meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS,” kata Rohana di Jakarta, kemarin.
Rohana menyebutkan, dari total kasus yang terjadi hingga 2011, wilayah yang paling banyak terjadi kasus HIV/AIDS ada di Jakarta Timur 28 persen. Disusul Jakarta Barat 23 persen, Jakarta Pusat 20 persen, Jakarta Utara 14 persen dan Jakarta Selatan 15 persen.
Sedangkan kasus HIV/AIDS berdasarkan kelompok umur pada 2011, kelompok umur 25-44 tahun 78 persen atau naik 2 persen dibandingkan 2010 sebanyak 76 persen. Kelompok umur di atas 45 tahun mencapai 15 persen, menurun satu persen dibanding 2010 sebanyak 16 persen.
Kelompok umur di bawah satu tahun mencapai dua persen, menurun satu persen dari 2010 yang hanya satu persen. Kelompok umur 1-4 tahun mencapai satu persen, naik satu persen dari tahun 2010 yang nol persen.
Sedangkan kelompok umur 15-24 tahun mencapai dua persen, menurun tiga persen dibanding 2010 sebanyak lima persen.
Pengamat Kesehatan dari Universitas Indonesia Adang Bachtiar menilai, kurangnya anggaran dana dari pemerintah menjadi penyebab semakin meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS.
Kontribusi nasional untuk program pencegahan HIV/AIDS, menurut Adang, mestinya makin meningkat tahun ke tahun.
“Sayangnya, eskalasi anggaran nasional untuk mencegah dan menanggulangi meningkatnya HIV/AIDS tidak terjadi. Ketergantungan terhadap asing masih tetap terjadi,” cetus Adang.
Melihat masih banyaknya kasus ini, peneliti Institute for Sustainable Reform (INSURE) Inggar Saputra menyarankan pemerintah segera membuat solusi preventif atau pencegahan.
Inggar menilai, lebih baik Pemprov DKI Jakarta menyerukan pernikahan sebagai solusi konkret memperbaiki tatanan sosial yang memburuk. Pernikahan dapat menghalalkan hubungan seks sehingga lebih produktif dan sehat.
“Apalagi, semua agama dan aturan sosial menjadikan pernikahan sebagai solusi jitu mengatasi masalah penyimpangan seksual di masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Inggar, selama ini Jakarta telanjur salah kaprah menganggap tempat hiburan malam sebagai ajang pemasukan pendapatan daerah.
“Padahal, banyak ditemukan transaksi narkoba dan tempat penyebaran HIV/AIDS disitu,” ungkapnya.
Inggar juga melihat, masih minimnya sosialisasi oleh pemerintah dalam mencegah dampak HIV/AIDS.
“Penyebaran pamflet belum menjangkau semua kalangan, kecuali bagi masyarakat yang rajin datang ke tempat pemerintahan seperti Puskesmas, kelurahan dan lainnya,” ungkapnya. (Sumber: Suara Merdeka)
0 comments:
Post a Comment